Rabu, 09 Desember 2009

Akhlaqul Karimah is our Mission

Akhlaqul Karimah is our Mission
بسم الله الرحمن الرحيم

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Al-Ahzab: 21)

Apa yang kita panen hari ini adalah hasil yang kita tanam kemarin. Semua berupa keberhasilan maupun kegagalan kita merupakan usaha-usaha kita pada masa lalu. Begitu juga dalam dunia pendidikan, kita semua merupakan hasil didikan beberapa tahun yang lalu. Dan bagaimana sistem pendidikan kita sekarang akan dapat dilihat tahun-tahun mendatang.
Out put Pendidikan Sekuler
Sebagaimana kita ketahui bahwa Sistem pendidikan sekarang adalah sistem pendidikan sekuler, yaitu pemisahan antara pelajaran duniawi dan akhirat. Sehingga out put yang dihasilkan adalah anak-anak yang berfikir secara sekuler. Pendidikan agama (dinul Islam) cukup hanya diajarkan di masjid-masjid sedangkan pelajaran umum mendoninasi pelajaran di sekolah. Sehingga jangan heran lulusan pendidikan semacam ini ketika terjun dimasyarakat nantinya akan banyak meresahkan masyarakat. Sebagai contoh dalam jual beli, para pedagang yang tidak tahu bagaimana sistem Syariah Islam, akan mengatakan: “ini adalah maslah dunia, Islam jangan di bawa-bawa. Saya mengurangi timbangan disitulah letak keuntungan saya, kalau tidak dari situ dari mana lagi”. Na’u dzubillah mindzalik. Itu hanya satu contoh dari sekian banyak kasus yang terjadi, akibatnya para konsumenpun akan banyak tertipu dan dirugikan. Dan masih banyak lagi dalam bidang lain seperti bidang, sosial, ekonomi, politik dan masalah muamalah lainnya.
Out put Pendidikan Kognitif
Selain pendidikan yang sekuler pendidkan di negeri kita juga hanya berorientasi pada aspek kognitif yaitu transfer ilmu yang hanya pada otak. Menurut pakar pendidikan Indonesia Prof. DR. Arif Rahman M.Pd., “Bahwa banyak lembaga pendidikan saat ini hanya menekankan aspek kognitif (ilmu Pengetahuan) dan kurang menekankan pada aspek Afektif (sikap)”. Hal ini nampak sekali dalam setiap pelajaran anak-anak di sekolah-sekolah. Pendidikan kognitif seperti Biologi, Bahasa Inggris, IPS, Ekonomi dan yang lain sebagainya mendapatkan porsi jam pelajaran lebih banyak dari pelajaran Agama. Sehingga pelajaran Afektif (sikap) seperti akhlak sangat sedikit sekali. Yang sering dipelajari oleh anak itulah yang direkam dalam memori otak mereka. Sehingga hasil dari pendidikan itu adalah kurangnya anak-anak melaksanakan semua bidang ilmu penegtahuan tersebut tanpa landasan akhlak yang mulia, tanpa landasan ilmu yang benar dan tanpa landasan aqidah. Sehingga tidak mengherankan jika banyak anak sekolah yang nyontek ketika ulangan, tawuran antar teman bahkan antar sekolah, tidak taat kepada guru dan orang tua, dan kekerasan-kekerasan lainnya.
Guru, sumber mata air ilmu
Guru merupakan sumber mata air ilmu, dari gurulah anak-anak akan memperoleh ilmu pengetahuan. Namun demikian, guru juga jangan hanya memberikan ilmu hanya pada lisan/ ucapan melainkan harus di barengi dengan sikap/ akhlak. Sebagaimana mana Rasulullah ketika mengkader dan mendidik para sahabat langsung dibarengi dengan sikap. “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu… (Al-Ahzab: 21).
Guru adalah ruh bagi pendidikan anak. Jika guru baik akhlaknya maka ia akan menularkan akhlaknya tersebut pada anak didiknya, tapi sebaliknya jika akhlak guru jelek dan rusak maka kekacauan generasi baru tinggal menunggu waktu.
Orang tua dan Lingkungan Masyarakat, buku besar pembelajaran
M. Natsir mengatakan bahwa jika kita semua belajar disebuah lembaga formal itu adalah mempelajari buku kecil (teks book), ketika terjun dimasyarakat akan mempelajari buku besar. Mengapa disebut sebagai buku besar? Karena ketika dalam sekolah hanyalah mempelajari buku-buku bidang study dan itu teori, ketika terjun dalam masyarakat atau yang disebut sebagai buku besar yang mempelajari tantang seluk beluk masyarakat, dan problematikanya. Dalam artian masyarakat adalah laboratorium raksasa praktikum. Jadi apa yang diajarkan dalam bangku sekolah itulah nanti yang akan dipraktekan dimasyakat.
Pembentukan karakter akhlak tidaklah bisa dibebankan hanya kepada sekolah, orang tua dan masyarakat juga tak kalah penting peranannya. Ketika sebuah sekolah menamkan pelajaran akhlak kepada anak, tetapi ia hidup dalam lingkungan pergaulan bebas misalnya, maka tujuan pendidikan tersebut akan sulit tercapai. Perlu sinergi antara orang tua, lembaga pendidikan dan lingkunan tempat tinggal.
Kenapa harus akhlaq?
Melihat fenomena pendidikan kita sekarang, yang kurang menekankan pelajaran agama dan akhlak pada khususnya, maka perlu kita semua untuk menjadikan pendidikan akhlak sebagai tujuan kita disamping penanaman Aqidah shohihah. Ada bebrapa hal menurut Syaikh khumais As-Sa’id mengapa kita harus berakhlaqul karimah, antara lain;
1. Orang yang paling di cintai Rasul adalah yang terbaik akhlaknya
Dalam Kitab Shahih al-Jami’ Dari Abi Tsa’labah al-Khusyani berkata, Rasullullah bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku cintai diantara kalian dan paling dekat posisinya kepadaku diakherat adalah mereka yang terbaik akhlaknya. Dan yang terburuk diantara kalian bagiku dan terjauh dariku di akherat, yaitu mereka yang terburuk akhlaknya. Mereka itu adalah para Tsartsarun (penceloteh), Mutafaihiquun (orang yang sombong) dan Mutasyaddiqun (Banyak omong tanpa kendali)”.
2. Mukmin yang paling sempurna Imannya adalah yang terbaik akhlaknya
Dari Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya. Mereka itulah yang menghormati tamunya, mencintai dan dicintai. Dan tiada kebaikan bagi siapa yang mencintai dan dicintai.”
Akhlak yang mulia mempunyai korelasi langsung dengan keimanan, bahkan merupakan tanda kesempurnaan iman seorang muslim. Setiap kali seorang hamba kuat perangai baiknya, maka derajat keimanan kepada Allah meningkat.
3. Akhlak mulia adalah amal yang paling berat timbangannya
Dari abi Darda’ Radhiyallhu ‘Anhu berkata, Rasulullah bersabda:
“Timbangan amal yang paling berat bagi seorang mukmin adalah akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci pelaku nista yang berkata kotor”
4. Keutamaan akhlak yang mulia sederajat dengan orang yang berpuasa dan sholat malam.
Dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah bersabda:
“Sungguh seseorang dengan akhlak yang mulianya akan mendapatkan derajat orang yang sholat malam dan haus disaat terik matahari”
5. Allah cinta akhlak yang luhur
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallhu ‘Anhu berkata, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu indah dan cinta keindahan, cinta akhlak yang luhur dan benci akhlak yang hina”
6. Pengikut setia Rasulullah
Dari abu Hurairah RA berkata, Rasulullah bersabda;
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”
Rasulullah pembawa risalah dengan akhlaknya, dimana sebagai ummat Rasulullah kita mengikutinya dengan berakhlak yang mulia.
Akhirnya dari 6 point diatas tersebut, seharusnya pendidikan kita semua berorientasi pada aqidah dan akhlak yang mulia, sehingga tujuan pendidikan yaitu menjadikan anak berakhlaq dapat terwujud. Wallahu a’lam bis showab.